Langsung ke konten utama

PENGARUH PENDIDIKAN KESETARAAN BAGI ANAK PUTUS SEKOLAH


A. PENGERTIAN DAN ABTRAKSI PENDIDIKAN KESETARAAN
Beragam persoalan selalu mengikuti proses penyempurnaan pembangunan di bidang pendidikan Indonesia. Baik di bidang pendidikan formal, non formal maupun informal. Semua bidang memiliki kendala sendiri-sendiri. Pada jalur non formal (program pendidikan kesetaraan khususnya kejar paket A,B dan C)misalnya, hingga kini masih banyak hambatan social masyarakat. Hal ini disebabkan karena orang yang seharusnya mengikuti program pendidikan ini mayoritas berusia di atas 44 tahun, sehingga rata-rata mereka beranggapan, tak ada gunanya melanjutkan ke kesetaraan. Penyebab lainnya karena adanya perasaaan malu di kalangan warga belajar sendiri karena program paket A ini untuk kesetaraan sekolah dasar.
Meski menyadari adanya hambatan, namun pemerintah tatap menjalankan program ini. Karena hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dari pemerintah untuk memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada setiap warga negaranya untuk mengakses pendidikan.
Karena begitu banyak persoalan-persoalan yang ada pada pendidikan non formal khusuisnya pada program kesetaraan kejar paket A, B dan C maka dalam makalah ini akan membahas tentang program kesetaraan kejar paket A, B dan C.
Pendidikan kesetaraan ini merupakan kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan luar sekolah sebagai suatu sub system pendidikan non formal. Yang dimaksud pendidikan non formal adalah “ pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat”. Dengan adanya batasa pengertian tersebut, rupanya pendidikan non formal tersebut berada antara pendidikan formal dan pendidikan informal.1
Pendidikan Kesetaraan adalah salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang meliputi kelompok belajar (kejar) Program Paket A setara SD/MI, Program Paket B setara SMP/MTs, dan Program Paket C setara SMA/MA yang dapat diselenggarakan melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat kegiatan belajar Masyarakat (PKBM), atau satuan sejenis lainnya. 
Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan mengganti. 
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka salah satu upaya yang ditempuh untuk memperluas akses pendidikan guna mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah melalui pendidikan kesetaraan. Pendidikan kesetaraan merupakan program pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan umum yang mencakup Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP) dan Paket C (setara SMU).


B.  LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KESETARAAN
Program Paket A Setara SD/MI dan Paket B Setara SMP/MTs berfungsi untuk: menuntaskan wajib belajar 9 tahun terutama pada kelompok usia 15-44 tahun dan memberikan layanan wajib belajar 9 tahun bagi siapa pun yang terkendala memasuki jalur pendidikan formal karena berbagai hal serta bagi individu yang menentukan pendidikan kesetaraan atas pilihan sendiri. Program Paket C Setara SMA/MA memberikan pelayanan pendidikan bagi siapa pun yang kebutuhan pendidikannya tidak dapat dipenuhi oleh jalur pendidikan formal.
Pendidikan kesetaraan dapat dilaksanakan pada satuan pendidikan nonformal seperti lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, Pusat Kegiatan Masyarakat (PKBM) pondok pesantren, komunitas sekolahrumah, dan satuan pendidikan sejenis lainnya.
C. TUJUAN PENDIDIKAN KESETARAAN
1. Memperluas akses pendidikan dasar 9 tahun melalui pendidikan nonformal program paket A setara SD/MI dan paket B setara SMP/MTs yang menekankan pada keterampilan fungsional dan kepribadian professional
2. Memperluas akses pendidikan menengah melalui jalur pendidikan nonformal program paket C setara SMA/MA yang menekankan pada keterampilan fungsional dan kepribadian professional
3. Meningkatkan mutu dan daya saing lulusan serta relevansi program dan daya saing pendidikan kesetaraan program paket A, Paket B dan Paket C.
4. Menguatkan tata kelola , akuntabilitas dan citra public terhadap penyelenggaraan dan penilaian program pendidikan kesetaraan.
D. PERANAN PENDIDIKAN KESETARAAN
Peran pendidikan Kesetaraan yang meliputi program Paket A, B dan C sangat strategis dalam rangka pemberian bekal pengetahuan. Penyelenggaraan program ini terutama ditujukan bagi masyarakat putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah khusus, seperti daerah perbatasan, daerah bencana, dan daerah yang terisolir yang belum memiliki fasilitas pendidikan yang memadai bahkan juga bagi TKI di luar negeri dan calon TKI.
Memahami nilai dan manfaat program pendidikan kesetaraan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat menjadi salah satu faktor utama yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi pada program yang diselenggarakan dengan antusias. 
Untuk skala nasional, penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan dimaksudkan sebagai upaya untuk mendukung dan mensukseskan program pendidikan wajib belajar 9 tahun yang merupakan penjabaran dari rencana strategis Departemen Pendidikan nasional yang meliputi perluasan akses, pemerataan, dan peningkatan mutu pendidikan.
E. KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PENDIDIKAN KESETARAAN
Mengajak warga masyarakat untuk belajar di kelompok belajar (Kejar) paket tidaklah mudah. Sesuai denga sebutannya yakni Kejar, kita betul-betul harus mengejar para calon warga belajar ini. Memotivasi mereka dan menjelaskan akan pentingnya pendidikan. Untuk itu memang perlu memiliki kemampuan dalam melakukan pendekatan terhadap sasaran didik ini. Maklumlah, mereka adalah orang-orang yang bermasalah. Bermasalah dalam artian berkaitan dengan berbagai masalah seperti masalah ekonomi sehingga membuat mereka tidak mampu melanjutkan pendidikannya di pendidikan formal. 
Faktor-faktor yang paling sering mempengaruhi kegagalan mereka melanjutkan pendidikan formalnya antara lain yang paling signifikan adalah faktor ekonomi. Oleh karena itulah faktor ekonomilah yang lebih mereka perhatikan dari pada pendidikan. Pada saat melaksanakan proses belajar ini juga sarat dengan menghadapi berbagai kendala seperti warga belajar yang bermalas-malasan. Kendala lainya adalah masalah cuaca yang kurang bersahabat. Terutama sekali saat-saat musim penghujan. Pada musim penghujan biasanya warga belajar malas keluar rumah untuk diajak belajar.
Untuk memberikan semangat (motivasi) kepada warga belajar agar tetap senang belajar, maka pengelola program pendidikan kesetaraan diharapkan juga mendirikan Taman bacaan masyarakat (TBM), yaitu merupakan sarana belajar bagi masyarakat untuk memperoleh informasi dan mengembangkan pengetahuan guna memenuhi minat dan kebutuhan belajarnya yang bersumber dari bahan bacaan dan bahan pustaka lainnya. Ini semacam perpustakaan mini dan tersebar untuk menjangkau masyarakat yang jauh dari layanan perpustakaan. Ada dua sasaran prioritas utama sasaran pendirian taman bacaan masyarakat, pertama untuk peningkatan minat baca masyarakat dan kedua untuk memelihara kemampuan keaksaraan masyarakat. Disamping itu, diharapkan keberadaan TBM bisa menjadai tempat berkumpul warga masyarakat untuk sekedar ngobrol mempererat silaturahim tukar informasi untuk memperkaya wawasan. Dengan demikian TBM pun bisa berfungsi sebagai ruang publik untuk melakukan sosialisasi diri, termasuk mempromosikan/mengenalkan program-program pendidikan nonformal kepada masyarakat.
F. SASARAN
Sasaran Pendidikan Kesetaraan terdiri dari:
1. Kelompok masyarakat usia 15 – 44 yang belum tuntas wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
2. Kelompok masyarakat yang membentuk komunitas belajar sendiri dengan flexi learning seperti komunitas sekolahrumah atau komunitas e- learning.
3. Penduduk yang terkendala ke jalur formal karena berbagai hal berikut :
a. potensi khusus seperti pemusik, atlet, pelukis dll,
b. terkendala waktu seperti pengrajin, buruh, dan pekerja lainnya,
c. geografi seperti etnik minoritas, suku terasing dan terisolir,
d. ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan petani, nelayan, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga, dan tenaga kerja wanita,
e. keyakinan seperti warga pondok pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah),
f. bermasalah sosial/hukum seperti anak jalanan, korban Napza, dan anak Lapas.
G. PENDIDIK DAN TENAGA PENDIDIK
Pendidik
Pendidik pada Pendidikan Kesetaraan harus memiliki kompetensi personal dan sosial serta didukung dengan kualifikasi pendidikan yang sesuai:
1. Kompetensi Profesional, Personal dan Sosial
Pendidik pada Pendidikan Kesetaraan harus memiliki kompetensi professional, personal dan social.
a. Kompetensi professional yaitu berupa penguasaan materi pembelajaran, pedagogik dan andragogik (mengelola pembelajaran nonformal), dan pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan nonformal,
b. Kompetensi personal yaitu berupa kepribadianyang menjadi teladan, berakhlak mulia, sabar, ikhlas,
c. Kompetensi sosial dalam berkomunikasi dan bergaul secara efektif.
2. Kualifikasi Akademik
Syarat kualifikasi akademik yang harus dimiliki pendidik pada Pendidikan Kesetaraan adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan minimal D-IV atau S1 dan yang sederajat untuk PaketA, B dan C. Namun untuk daerah yang tidak memiliki SDM yang sesuai, pendidikan minimal D-II dan yang sederajat untuk Paket A dan B, dan D-III untuk paket C
b. Guru SD/MI untuk Paket A, guru SMP/ MTs untuk Paket B dan guru SMA/MA untuk Paket C.
c. Kyai, ustadz di pondok pesantren dan tokoh masyarakat dengan kompetensi yang sesuai dengan pelajaran yang berkaitan.
d. Nara sumber teknis (NST) dengan kompetensi /kualifikasi sesuai dengan mata pelajaran keterampilan yang diampunya, seperti penyuluh pertanian atau kelompok tani nelayan andalan (KTNA).
Tenaga kependidikan
Tenaga kependidikan pada Pendidikan Kesetaraan sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administratif, tenaga perpustakaan dan tenaga laboran.
H. KURIKULUM
Kurikulum pendidikan kesetaraan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pengembangan Kurikulum pendidikan kesetaraan mengacu pada 4 (empat) komponen yang merupakan satu kesatuan yang saling terkait, yaitu
1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 23 tahun 2006 yang member kedudukan kompetensi lulusan pendidikan kesetaraan sama dengan kompetensi lulusan pendidikan formal.
2. Standar Isi Pendidikan Kesetaraan Program Paket A yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 14 tahun 2007. Standar isi memuat struktur materi kurikulum untuk setiap mata pelajaran serta beban belajar yang disebut Satuan Kredit Kompetensi (SKK). Satuan Kredit Kompetensi (SKK) menunjukkan satuan kompetensi yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti program pembelajaran melalui tatap muka, praktek keterampilan dan kegiatan mandiri tersetruktur.
3. Standar Proses Pendidikan Kesetaraan program Paket A ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 3 Tahun 2008, yang mengatur tatacara proses pembelajaran pendidikan kesetaraan.
4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan kurikulum operasional ditetapkan oleh Dinas yang membidangi pendidikan nonformal dan informal di tingkat Kabupaten/Kota.KTSP terdiri atas komponen berikut :
a. Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut
b. Struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan
Struktur kurikulum Program Paket A dilaksanakan dalam sistem tingkat dan derajad yang setara dengan sistem kelas pada pendidikan formal.
c. Kalender pendidikan
Kalender pendidikan merupakan rambu-rambu bagi penyelenggara pendidikan kesetaraan untuk mengatur kegiatan pembelajaran yang sesuai kebutuhan peserta didik.
d. Silabus
Silabus merupakan acuan program pembelajaran yang memuat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu sesuai dengan jenis layanan pembelajaran, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI)
e. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), merupakan penjabaran dari silabus yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar. Setiap pendidik berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistimatis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan bemotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas , dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik dan psikologis , serta lingkungan peserta didik.
I. RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.
3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.
Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.
KESIMPULAN
Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia.org
http://www.imadiklus.com




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKEMBANGAN ORGANISASI DAN ARSITEKTUR KOMPUTER

PERKEMBANGAN ORGANISASI DAN ARSITEKTUR KOMPUTER  . Pengertian Komputer   Komputer   adalah alat yang dipakai untuk mengolah   data   menurut perintah yang telah dirumuskan. Kata komputer semula dipergunakan untuk menggambarkan orang yang perkerjaannya melakukan per hitungan aritmatika , dengan atau tanpa alat bantu, tetapi arti kata ini kemudian dipindahkan kepada   mesin   itu sendiri. Asal mulanya, pengolahan informasi hampir eksklusif berhubungan dengan masalah   aritmatika , tetapi komputer modern dipakai untuk banyak tugas yang tidak berhubungan dengan   matematika . Secara luas, Komputer dapat didefinisikan sebagai suatu peralatan elektronik yang terdiri dari beberapa komponen, yang dapat bekerja sama antara komponen satu dengan yang lain untuk menghasilkan suatu informasi berdasarkan program dan data yang ada. Adapun komponen komputer adalah meliputi : Layar Monitor, CPU, Keyboard, Mouse dan Printer (sbg pelengkap). Tanpa printer komputer tetap dapat melakukan tugasnya

KSpread

KSpread  adalah aplikasi  spreadsheet  yang merupakan bagian dari  KOffice , paket office terintegrasi untuk desktop  KDE . Beberapa fitur KSpread antara lain: beberapa lembar kerja dalam satu dokumen, beragam kemungkinan pemformatan, dukungan untuk lebih dari 100 fungsi, template, diagram, pemeriksa ejaan, hyperlink dan pengurutan data. Format dokument KSpread adalah  XML , dikompresi dengan  zip . Namun, KSpread mempunyai kemampuan mengimpor spreadsheet dari format lain, termasuk  Microsoft Excel , Applix Spreadsheet,  Quattro Pro ,  CSV  dan  OpenOffice.org  Calc. Screenshot : Referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/KSpread http://www.eng.uwaterloo.ca/twiki/bin/view/Linxus/KspreaD http://linux.softpedia.com/get/Text-Editing-Processing/Others/KSpread-20599.shtml http://bonadigambus.blogdetik.com/2010/08/25/pengolahangka/

Tugas 3 Bahasa Inggris Bisnis 2

Single-Board Computer A   single-board computer  ( SBC ) is a complete   computer   built on a single   circuit board , with   microprocessor (s),   memory ,   input/output (I/O) and other features required of a functional computer. " The   Raspberry Pi  is a series of   credit card -sized   single-board computers   developed in the   United Kingdom   by the   Raspberry Pi Foundation   with the intent to promote the teaching of basic   computer science   in schools and   developing countries ."