A. PENGERTIAN DAN
ABTRAKSI PENDIDIKAN KESETARAAN
Beragam persoalan selalu mengikuti
proses penyempurnaan pembangunan di bidang pendidikan Indonesia. Baik di bidang
pendidikan formal, non formal maupun informal. Semua bidang memiliki kendala
sendiri-sendiri. Pada jalur non formal (program pendidikan kesetaraan khususnya
kejar paket A,B dan C)misalnya, hingga kini masih banyak hambatan social masyarakat.
Hal ini disebabkan karena orang yang seharusnya mengikuti program pendidikan
ini mayoritas berusia di atas 44 tahun, sehingga rata-rata mereka
beranggapan, tak ada gunanya melanjutkan ke kesetaraan. Penyebab lainnya karena
adanya perasaaan malu di kalangan warga belajar sendiri karena program paket A
ini untuk kesetaraan sekolah dasar.
Meski menyadari adanya hambatan, namun pemerintah tatap menjalankan program ini. Karena hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dari pemerintah untuk memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada setiap warga negaranya untuk mengakses pendidikan.
Karena begitu banyak persoalan-persoalan yang ada pada pendidikan non formal khusuisnya pada program kesetaraan kejar paket A, B dan C maka dalam makalah ini akan membahas tentang program kesetaraan kejar paket A, B dan C.
Meski menyadari adanya hambatan, namun pemerintah tatap menjalankan program ini. Karena hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dari pemerintah untuk memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada setiap warga negaranya untuk mengakses pendidikan.
Karena begitu banyak persoalan-persoalan yang ada pada pendidikan non formal khusuisnya pada program kesetaraan kejar paket A, B dan C maka dalam makalah ini akan membahas tentang program kesetaraan kejar paket A, B dan C.
Pendidikan kesetaraan ini merupakan kegiatan yang dapat
dilaksanakan dalam pendidikan luar sekolah sebagai suatu sub system pendidikan
non formal. Yang dimaksud pendidikan non formal adalah “ pendidikan yang
teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti
peraturan-peraturan yang tetap dan ketat”. Dengan adanya batasa pengertian
tersebut, rupanya pendidikan non formal tersebut berada antara pendidikan
formal dan pendidikan informal.1
Pendidikan Kesetaraan adalah salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang meliputi kelompok belajar (kejar) Program Paket A setara SD/MI, Program Paket B setara SMP/MTs, dan Program Paket C setara SMA/MA yang dapat diselenggarakan melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat kegiatan belajar Masyarakat (PKBM), atau satuan sejenis lainnya.
Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan mengganti.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka salah satu upaya yang ditempuh untuk memperluas akses pendidikan guna mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah melalui pendidikan kesetaraan. Pendidikan kesetaraan merupakan program pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan umum yang mencakup Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP) dan Paket C (setara SMU).
Pendidikan Kesetaraan adalah salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang meliputi kelompok belajar (kejar) Program Paket A setara SD/MI, Program Paket B setara SMP/MTs, dan Program Paket C setara SMA/MA yang dapat diselenggarakan melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat kegiatan belajar Masyarakat (PKBM), atau satuan sejenis lainnya.
Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan mengganti.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka salah satu upaya yang ditempuh untuk memperluas akses pendidikan guna mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah melalui pendidikan kesetaraan. Pendidikan kesetaraan merupakan program pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan umum yang mencakup Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP) dan Paket C (setara SMU).
B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
KESETARAAN
Program Paket A Setara SD/MI dan Paket
B Setara SMP/MTs berfungsi untuk: menuntaskan wajib belajar 9 tahun terutama
pada kelompok usia 15-44 tahun dan memberikan layanan wajib belajar 9 tahun
bagi siapa pun yang terkendala memasuki jalur pendidikan formal karena berbagai
hal serta bagi individu yang menentukan pendidikan kesetaraan atas pilihan
sendiri. Program Paket C Setara SMA/MA memberikan pelayanan pendidikan
bagi siapa pun yang kebutuhan pendidikannya tidak dapat dipenuhi oleh jalur
pendidikan formal.
Pendidikan kesetaraan dapat
dilaksanakan pada satuan pendidikan nonformal seperti lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, Pusat Kegiatan Masyarakat (PKBM) pondok pesantren,
komunitas sekolahrumah, dan satuan pendidikan sejenis lainnya.
C. TUJUAN PENDIDIKAN KESETARAAN
1. Memperluas akses pendidikan dasar 9
tahun melalui pendidikan nonformal program paket A setara SD/MI dan paket B
setara SMP/MTs yang menekankan pada keterampilan fungsional dan kepribadian
professional
2. Memperluas akses pendidikan menengah melalui jalur
pendidikan nonformal program paket C setara SMA/MA yang menekankan pada
keterampilan fungsional dan kepribadian professional
3. Meningkatkan mutu dan daya saing lulusan serta relevansi
program dan daya saing pendidikan kesetaraan program paket A, Paket B dan Paket
C.
4. Menguatkan tata kelola , akuntabilitas dan citra public
terhadap penyelenggaraan dan penilaian program pendidikan kesetaraan.
D. PERANAN PENDIDIKAN KESETARAAN
Peran
pendidikan Kesetaraan yang meliputi program Paket A, B dan C sangat strategis
dalam rangka pemberian bekal pengetahuan. Penyelenggaraan program ini terutama
ditujukan bagi masyarakat putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, masyarakat
yang bertempat tinggal di daerah-daerah khusus, seperti daerah perbatasan,
daerah bencana, dan daerah yang terisolir yang belum memiliki fasilitas
pendidikan yang memadai bahkan juga bagi TKI di luar negeri dan calon TKI.
Memahami nilai dan manfaat program pendidikan kesetaraan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat menjadi salah satu faktor utama yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi pada program yang diselenggarakan dengan antusias.
Untuk skala nasional, penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan dimaksudkan sebagai upaya untuk mendukung dan mensukseskan program pendidikan wajib belajar 9 tahun yang merupakan penjabaran dari rencana strategis Departemen Pendidikan nasional yang meliputi perluasan akses, pemerataan, dan peningkatan mutu pendidikan.
Memahami nilai dan manfaat program pendidikan kesetaraan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat menjadi salah satu faktor utama yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi pada program yang diselenggarakan dengan antusias.
Untuk skala nasional, penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan dimaksudkan sebagai upaya untuk mendukung dan mensukseskan program pendidikan wajib belajar 9 tahun yang merupakan penjabaran dari rencana strategis Departemen Pendidikan nasional yang meliputi perluasan akses, pemerataan, dan peningkatan mutu pendidikan.
E.
KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PENDIDIKAN KESETARAAN
Mengajak warga masyarakat untuk belajar di kelompok belajar
(Kejar) paket tidaklah mudah. Sesuai denga sebutannya yakni Kejar, kita
betul-betul harus mengejar para calon warga belajar ini. Memotivasi mereka dan
menjelaskan akan pentingnya pendidikan. Untuk itu memang perlu memiliki
kemampuan dalam melakukan pendekatan terhadap sasaran didik ini. Maklumlah,
mereka adalah orang-orang yang bermasalah. Bermasalah dalam artian berkaitan
dengan berbagai masalah seperti masalah ekonomi sehingga membuat mereka tidak
mampu melanjutkan pendidikannya di pendidikan formal.
Faktor-faktor yang paling sering mempengaruhi kegagalan mereka melanjutkan pendidikan formalnya antara lain yang paling signifikan adalah faktor ekonomi. Oleh karena itulah faktor ekonomilah yang lebih mereka perhatikan dari pada pendidikan. Pada saat melaksanakan proses belajar ini juga sarat dengan menghadapi berbagai kendala seperti warga belajar yang bermalas-malasan. Kendala lainya adalah masalah cuaca yang kurang bersahabat. Terutama sekali saat-saat musim penghujan. Pada musim penghujan biasanya warga belajar malas keluar rumah untuk diajak belajar.
Untuk memberikan semangat (motivasi) kepada warga belajar agar tetap senang belajar, maka pengelola program pendidikan kesetaraan diharapkan juga mendirikan Taman bacaan masyarakat (TBM), yaitu merupakan sarana belajar bagi masyarakat untuk memperoleh informasi dan mengembangkan pengetahuan guna memenuhi minat dan kebutuhan belajarnya yang bersumber dari bahan bacaan dan bahan pustaka lainnya. Ini semacam perpustakaan mini dan tersebar untuk menjangkau masyarakat yang jauh dari layanan perpustakaan. Ada dua sasaran prioritas utama sasaran pendirian taman bacaan masyarakat, pertama untuk peningkatan minat baca masyarakat dan kedua untuk memelihara kemampuan keaksaraan masyarakat. Disamping itu, diharapkan keberadaan TBM bisa menjadai tempat berkumpul warga masyarakat untuk sekedar ngobrol mempererat silaturahim tukar informasi untuk memperkaya wawasan. Dengan demikian TBM pun bisa berfungsi sebagai ruang publik untuk melakukan sosialisasi diri, termasuk mempromosikan/mengenalkan program-program pendidikan nonformal kepada masyarakat.
Faktor-faktor yang paling sering mempengaruhi kegagalan mereka melanjutkan pendidikan formalnya antara lain yang paling signifikan adalah faktor ekonomi. Oleh karena itulah faktor ekonomilah yang lebih mereka perhatikan dari pada pendidikan. Pada saat melaksanakan proses belajar ini juga sarat dengan menghadapi berbagai kendala seperti warga belajar yang bermalas-malasan. Kendala lainya adalah masalah cuaca yang kurang bersahabat. Terutama sekali saat-saat musim penghujan. Pada musim penghujan biasanya warga belajar malas keluar rumah untuk diajak belajar.
Untuk memberikan semangat (motivasi) kepada warga belajar agar tetap senang belajar, maka pengelola program pendidikan kesetaraan diharapkan juga mendirikan Taman bacaan masyarakat (TBM), yaitu merupakan sarana belajar bagi masyarakat untuk memperoleh informasi dan mengembangkan pengetahuan guna memenuhi minat dan kebutuhan belajarnya yang bersumber dari bahan bacaan dan bahan pustaka lainnya. Ini semacam perpustakaan mini dan tersebar untuk menjangkau masyarakat yang jauh dari layanan perpustakaan. Ada dua sasaran prioritas utama sasaran pendirian taman bacaan masyarakat, pertama untuk peningkatan minat baca masyarakat dan kedua untuk memelihara kemampuan keaksaraan masyarakat. Disamping itu, diharapkan keberadaan TBM bisa menjadai tempat berkumpul warga masyarakat untuk sekedar ngobrol mempererat silaturahim tukar informasi untuk memperkaya wawasan. Dengan demikian TBM pun bisa berfungsi sebagai ruang publik untuk melakukan sosialisasi diri, termasuk mempromosikan/mengenalkan program-program pendidikan nonformal kepada masyarakat.
F.
SASARAN
Sasaran Pendidikan Kesetaraan terdiri dari:
1. Kelompok masyarakat usia 15 – 44 yang
belum tuntas wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
2. Kelompok masyarakat yang membentuk
komunitas belajar sendiri dengan flexi learning seperti
komunitas sekolahrumah atau komunitas e- learning.
3. Penduduk yang terkendala ke jalur
formal karena berbagai hal berikut :
a. potensi khusus seperti pemusik, atlet,
pelukis dll,
b. terkendala waktu seperti pengrajin,
buruh, dan pekerja lainnya,
c. geografi seperti etnik minoritas, suku
terasing dan terisolir,
d. ekonomi seperti penduduk miskin dari
kalangan petani, nelayan, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga,
dan tenaga kerja wanita,
e. keyakinan seperti warga pondok
pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah),
f. bermasalah sosial/hukum seperti anak
jalanan, korban Napza, dan anak Lapas.
G. PENDIDIK DAN TENAGA PENDIDIK
Pendidik
Pendidik pada Pendidikan Kesetaraan harus
memiliki kompetensi personal dan sosial serta didukung dengan kualifikasi
pendidikan yang sesuai:
1. Kompetensi Profesional, Personal dan
Sosial
Pendidik pada Pendidikan Kesetaraan harus
memiliki kompetensi professional, personal dan social.
a. Kompetensi professional yaitu berupa
penguasaan materi pembelajaran, pedagogik dan andragogik (mengelola
pembelajaran nonformal), dan pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan
nonformal,
b. Kompetensi personal yaitu berupa kepribadianyang
menjadi teladan, berakhlak mulia, sabar, ikhlas,
c. Kompetensi sosial dalam berkomunikasi
dan bergaul secara efektif.
2. Kualifikasi Akademik
Syarat kualifikasi akademik yang harus
dimiliki pendidik pada Pendidikan Kesetaraan adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan minimal D-IV atau S1 dan
yang sederajat untuk PaketA, B dan C. Namun untuk daerah yang tidak
memiliki SDM yang sesuai, pendidikan minimal D-II dan yang sederajat untuk
Paket A dan B, dan D-III untuk paket C
b. Guru SD/MI untuk Paket A, guru SMP/
MTs untuk Paket B dan guru SMA/MA untuk Paket C.
c. Kyai, ustadz di pondok pesantren dan
tokoh masyarakat dengan kompetensi yang sesuai dengan pelajaran yang berkaitan.
d. Nara sumber teknis (NST) dengan
kompetensi /kualifikasi sesuai dengan mata pelajaran keterampilan yang
diampunya, seperti penyuluh pertanian atau kelompok tani nelayan andalan
(KTNA).
Tenaga kependidikan
Tenaga kependidikan pada Pendidikan
Kesetaraan sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga
administratif, tenaga perpustakaan dan tenaga laboran.
H. KURIKULUM
Kurikulum pendidikan
kesetaraan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Pengembangan Kurikulum pendidikan kesetaraan mengacu
pada 4 (empat) komponen yang merupakan satu kesatuan yang saling terkait,
yaitu
1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 23
tahun 2006 yang member kedudukan kompetensi lulusan pendidikan kesetaraan sama
dengan kompetensi lulusan pendidikan formal.
2. Standar Isi Pendidikan Kesetaraan
Program Paket A yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 14 tahun
2007. Standar isi memuat struktur materi kurikulum untuk setiap mata
pelajaran serta beban belajar yang disebut Satuan Kredit Kompetensi (SKK). Satuan
Kredit Kompetensi (SKK) menunjukkan satuan kompetensi yang dicapai oleh peserta
didik dalam mengikuti program pembelajaran melalui tatap muka, praktek
keterampilan dan kegiatan mandiri tersetruktur.
3. Standar Proses Pendidikan Kesetaraan
program Paket A ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 3
Tahun 2008, yang mengatur tatacara proses pembelajaran pendidikan kesetaraan.
4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang merupakan kurikulum operasional ditetapkan oleh Dinas yang
membidangi pendidikan nonformal dan informal di tingkat
Kabupaten/Kota.KTSP terdiri atas komponen berikut :
a. Tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan
Tujuan pendidikan
dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut
b. Struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan
Struktur kurikulum Program Paket A
dilaksanakan dalam sistem tingkat dan derajad yang setara dengan sistem kelas
pada pendidikan formal.
c. Kalender pendidikan
Kalender
pendidikan merupakan rambu-rambu bagi penyelenggara pendidikan kesetaraan
untuk mengatur kegiatan pembelajaran yang sesuai kebutuhan peserta didik.
d. Silabus
Silabus merupakan acuan program pembelajaran
yang memuat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), kegiatan
pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu sesuai
dengan jenis layanan pembelajaran, dan sumber belajar. Silabus
dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI)
e. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), merupakan penjabaran dari silabus yang menggambarkan prosedur dan
pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar. Setiap
pendidik berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistimatis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang
dan bemotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas , dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, perkembangan fisik dan psikologis , serta lingkungan peserta didik.
I. RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN DI
INDONESIA
Di bawah ini akan diuraikan beberapa
penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu
pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan
demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat
meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia
sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke
lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang
jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta
didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak
mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan
masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana
mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan
bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk
sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran
formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di
jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti
itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah.
Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat
mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap
hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah
misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa
mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih
rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai
dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di
Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam
menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan
efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses
pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh
hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang
kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan
prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran
di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam
proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang
efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam
peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di
Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di
Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang
tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan
di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan
rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.
Jika kita berbicara tentang biaya
pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus
atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga
berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya
transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita
pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan
biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya
adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang
ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang
mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya,
yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya
pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey
lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative
lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah
menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul
07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien,
karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan
formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang
mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan
sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut
tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal
untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Selain itu, masalah lain efisiensi
pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar
jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan
dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Yang kami lihat, kurangnya mutu
pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya.
Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di
mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut
benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang
sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan
pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta
didik.
Sistem pendidikan yang baik juga
berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat
disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan
pendidik dan peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini,
kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum
berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan
aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga
mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan
terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat
disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran
efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika
keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan
yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan
keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi
teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam
pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang
sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai
kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan
dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena
tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap
harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program
pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan
pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program
pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan
antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya
pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.
3. Standardisasi Pendidikan Di
Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran
yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang
akan diambil.
Dunia pendidikan terus berudah.
Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di
dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi.
Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga
pendidikan haruslah memenuhi standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini,
standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya
keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh
standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk
badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti
Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Tinjauan terhadap standardisasi dan
kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam
pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan
yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan
pendidikan tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya
memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar
pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana
cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang
terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan
karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun
standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan
di Indonesia.
Selain itu, akan lebih baik jika kita
mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau
belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami
menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami
sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya
peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa
melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan
selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu
hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain
yang telah didikuti oleh peserta didik.
Banyak hal lain juga yang sebenarnya
dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga
permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan
penelitian yang lebih dalam lagi
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di
Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal
yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat
kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga
jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu
pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.
KESIMPULAN
Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih
sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara
lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan
standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya
yang menjadi penyebabnya yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan
pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan
kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Adapun solusi yang dapat diberikan dari
permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta
prestasi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia.org
http://www.imadiklus.com
Komentar
Posting Komentar